August 29, 2010

Sedikit Hal Tentang Kehidupan

Saat akan menulis buku tentang financial planning di penerbit Media Kita, saya teringat sebuah cerita yang ada di dalam buku ‘Master Your Mind Design Your Destiny’ karangan Adam Khoo dan Stuart Tan (sebenarnya, cerita ini juga sudah banyak beredar di internet, namun tidak menyebutkan siapa sebenarnya pemilik cerita ini).

Cerita ini begitu menginspirasi sehingga saya pikir tidak ada salahnya untuk menceritakan kembali kepada Anda. Siapa tahu, Anda juga akan terinspirasi. Saya tidak akan menulis ulang cerita ini dengan sama persis, meski ide dan jalan cerita yang ada di dalamnya tetaplah sama. Selamat menikmati cerita indah ini.

Alkisah ada seorang profesor yang pergi berperahu dengan seorang tukang perahu. Saat perahu bergerak menyusuri sungai, sang profesor bertanya kepada si nelayan,”Apakah kamu pernah belajar Geologi ?” Dengan terbengong tukang perahu menjawab,”Tidak.”
“Oh, jika begitu, kau akan kehilangan 25 persen hidupmu !” kata sang profesor.
Saat melihat daun yang mengambang di sungai, profesor bertanya lagi,”Apakah kau pernah belajar Botani ?” Si tukang perahu menjawab,”Tidak, profesor..”
Dengan menggelang-gelengkan kepada, profesor berkata,”Berarti kau akan kehilangan 50 persen hidupmu.”
Saat perahu menyusuri sungai dengan pemandangan deretan pegunungan, lagi-lagi profesor bertanya “Apakah kau pernah belajar Geografi ?” Kembali si tukang perahu menjawab “Tentu saja tidak.”
Sang profesor pun berkata “Betapa malangnya dirimu, karena kau akan kehilangan 75 persen hidupmu”.
Saat perahu makin jauh menyusuri sungai, tiba-tiba air sungai bergolak dengan amat kuat. Begitu kuatnya arus air sehingga perahu itu pecah akibat membentur batu besar.
Saat perahu sudah mulai tenggelam, si nelayan ganti bertanya kepada profesor “Apakah profesor bisa berenang ?”
Dengan ketakutan, profesor menjawab “Tidak !”
“Ah, jika begitu, profesor akan kehilangan 100 persen hidup ini !” kata si nelayan sambil berenang menyelamatkan diri.

Ada banyak pesan yang bisa disampaikan dari cerita ini, dan saya akan memberi sedikit simpulan cerita yang berkaitan dengan isi buku ini.

Kadang kita sudah merasa nyaman dengan kondisi keuangan saat ini. Kita sudah merasa cukup dan jarang atau mungkin malah tidak memiliki rencana sama sekali akan apa yang akan dilakukan di kemudian. Kita berada di zona nyaman dimana hidup dilakoni dengan ‘mengalir apa adanya.’

Tidak salah memang. Namun di saat datang peristiwa tidak diduga atau tidak direncana yang membutuhkan banyak uang, kita kebingungan mencari solusinya karena terlambat ‘belajar berenang.’ Berutang kemudian sering menjadi jalan yang dipilih untuk masalah finansial yang kita hadapi. Setelah itu, episod kehidupan akan dilakoni dengan bekerja lebih keras untuk membayar utang-utang itu.

Ellen Goodman, memberi ‘sindiran’ yang sepertinya tepat untuk situasi seperti itu : “Adalah ‘normal’ memakai baju yang Anda beli untuk bekerja, menerobos lalu lintas di sebuah mobil yang sedang Anda angsur untuk sampai di tempat kerja agar Anda mampu membayar baju, mobil dan rumah yang ditinggalkan kosong sehari penuh supaya Anda dapat tinggal di dalamnya.”

Hidup dalam perangkap waktu atau uang semacam itu memang tidak menarik. Semakin banyak uang yang kita punya, semakin sedikit waktu yang kita miliki. Namun jika tidak memiliki uang, waktu yang diperlukan untuk mencari uang juga semakin banyak.

Kondisi yang ideal adalah cukup uang dan waktu. Hidup memang bukan persoalan materi semata, karena kebahagiaan bukanlah berapa jumlah uang yang bisa kita miliki, namun bagaimana kita bisa merasa cukup dengan uang yang kita miliki dan memiliki waktu untuk menikmatinya.

Ada satu lagi parodi kehidupan menarik yang pernah saya baca melalui email dari seorang teman. Barangkali Anda juga pernah membaca cerita anonim ini dari seorang teman melalui internet.

Seorang pengusaha kaya raya dari Amerika yang sedang berjalan-jalan di tepi dermaga sebuah pelabuhan nelayan di Meksiko bertemu dengan seorang nelayan yang membawa kapal berisi banyak ikan tuna yellowfin.
Ia terkagum-kagum melihat hasil tangkapan sebanyak itu dan bertanya kepada si Meksiko berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh semua itu. "Hanya sebentar," jawab si nelayan.
Si Amerika bertanya mengapa ia tidak melaut lebih lama sehingga bisa menangkap lebih banyak ikan. Si nelayan menjawab bahwa hasil tangkapannya telah cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Si Amerika bertanya lagi, "Lalu apa yang Anda lakukan saat memiliki waktu luang ?"
"Saya bermain-main dengan anak-anak di pantai, tidur siang dengan istri saya, berjalan-jalan ke desa setiap sore, bertandang ke rumah teman dan bermain gitar bersama mereka."
Orang Amerika itu kemudian berkata,"Saya lulus MBA dari Harvard dan saya bisa membantu Anda agar memiliki kehidupan yang lebih baik. Begini, Anda seharusnya melaut lebih lama agar dari hasil tangkapan yang banyak Anda bisa membeli beberapa perahu yang lebih besar. Anda kemudian bisa menjual hasil tangkapan itu langsung ke pabrik pengolahan. Dengan uang yang lebih banyak lagi, Anda kemudian bisa memiliki pabrik pengolahan sendiri. Anda kemudian akan mengontrol penangkapan, pengolahan dan distribusi sekaligus. Lalu, Anda bisa meninggalkan pelabuhan kecil ini, pindah ke Mexico City, lalu Los Angeles, lalu New York dimana Anda akan menjadi pemilik dan pemimpin perusahaan ikan besar."
Si nelayan Meksiko bertanya," Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk semua itu?"
Orang Amerika menjawab "Kira-kira dua puluh tahun."
"Lalu, setelah itu?"
Si Amerika tertawa dan berkata lagi, "Inilah bagian terbaiknya. Setelah itu Anda melakukan go-public dimana orang-orang berduit akan berebut membeli saham Anda dengan harga yang tinggi. Anda akan kaya raya !"
"Tetapi setelah itu apa, Senor? "
Orang Amerika itu berujar, "Setelah itu Anda akan menikmati pensiun. Pindah ke suatu desa nelayan kecil dimana Anda bisa bermain-main dengan anak-anak di pantai, tidur siang dengan istri, berjalan-jalan ke desa setiap sore, bertandang ke rumah teman dan bermain gitar bersama mereka."

Ah, jika begitu, untuk apa menghabiskan sebagian besar umur kita untuk bersusah-payah mencari uang jika pada akhirnya kebahagiaan hidup sudah bisa diperoleh saat bermain-main dengan anak-anak di pantai, tidur siang dengan istri, berjalan-jalan ke desa setiap sore, bertandang ke rumah teman dan bermain gitar bersama mereka ? Kehidupan macam apa lagi yang harus dicari ?

Agak sudah juga menjawabnya karena masing-masing orang memiliki cara pandang tersendiri terhadap kehidupan. Tidak ada yang benar dan salah.

Namun seandainya saya duduk di sebelah orang Amerika itu, saya akan memberi dia saran untuk dikatakan kepada si nelayan,”Setidaknya, kita bisa menikmati kehidupan yang mungkin belum pernah dirasakan orang lain. Mencari ilmu setinggi langit agar bisa membantu orang yang tidak tahu menjadi tahu, mendapat banyak uang untuk menjalani panggilan ibadah suci, memberi lebih banyak sedekah kepada mereka yang membutuhkan dan aktivitas lain yang bermanfaat untuk kehidupan dunia dan akhirat. Itu karena hidup harus dilakoni tidak hanya untuk diri sendiri, namun juga untuk anak-anak, keluarga dan orang-orang yang membutuhkan uluran tangan kita.”

Uang memang tidak bisa membeli kebahagiaan. Namun tanpa uang, bagaimana kita bisa hidup (bahagia) ?
It’s not about money. It’s about the way of life.

Semoga bermanfaat.