August 22, 2010

Aceng

Jum'at, 30 Juli 2010.

Saat diberitahu Pak Tanudi dari Kawan Pustaka dan mbak Windy dari Gagas Media bahwa mereka akan pergi ke Salatiga dari Semarang, saya memutuskan untuk bergabung. Selain ingin melihat pameran bukunya mas TP, saya juga ingin bertemu dengan seorang kawan lama dari satu kampung yang sudah hampir dua puluh tahun tidak pernah lagi bertemu : Aceng.

Aceng, orang yang terlahir dengan tanpa lengan, adalah kawan bermain saat kecil. Kami satu sekolah saat di taman kanak-kanak, satu kelas dengan adik kandung saya. Saya masih ingat betul bagaimana Aceng sudah memiliki banyak bakat sejak kecil. Ia bisa melakukan banyak aktivitas sebagaimana dilakukan oleh teman-teman lain yang tidak memiliki kekurangan fisik.

Maka jika kemudian belakangan ini saya bisa melihatnya di televisi dia bisa memainkan gitar atau bermain drum, buat saya itu bukan sesuatu yang luar biasa -- karena dia memang sudah luar biasa sejak kecil.

Saat bertemu di Salatiga, Aceng tertawa lebar melihat saya. Ia pasti lupa dengan nama saya, namun pasti tidak lupa dengan wajah kawan lamanya. Sedikit terharu, saya bertemu Aceng tidak dalam keadaan mabuk, tapi sedang promosi buku tentang dirinya yang berjudul 'Aku Pasti Bisa.'

Saya jadi ingat, kami punya seorang ibu guru bernama bu Kesi yang begitu sangat sayang dengan Aceng kecil yang bandel. Saya tidak tahu apakah beliau masih sugeng saat ini. Namun saya berharap, Aceng bisa sowan ke rumah beliau. Andai saja beliau bertemu Aceng dan membaca bukunya itu, saya bisa memastikan ibu guru kesayangan kami itu akan menangis...