June 08, 2005

EURO : A New Hard Currency (?)

Jurnal PRESTASI STIE Bank BPD Jateng No.2/ I/1999

Mukaddimah
Syahdan, Wolfgang Kroger, seorang pakar ekonomi dari Institut fur Wirtschaftsforschung (Institut Penelitian Ekonomi) di Wiesbaden Jerman, pernah bertanya-tanya ketika melihat sebuah fenomena menarik yang dilakukan masyarakat Eropa : benarkah mereka sedang berniat membuat sebuah benteng pertahanan baru yang eksklusif ?

Entah keheranan macam apa yang membuat Kroger menjadi bertanya-tanya demikian. Namun yang jelas, sebuah fenomena menarik memang sedang dilakukan oleh sebagian masyarakat Eropa. Di awal Tahun Kelinci ini, mereka ‘melahirkan’ satu currency yang selama ini memang telah dipersiapkan menjadi bakal satu-satunya one currency in Europe : Euro.

Banyak pihak kemudian bersikap terhadap kelahiran mata uang ini yang diprediksikan akan menjadi strong currency dan menjadi rival sekaligus penanding kedigdayaan hard currencies yang telah ada selama ini.

Melihat potensi yang dimiliki masyarakat Eropa, harapan yang ditumpukan pada euro sebagai satu currency yang dapat mempengaruhi perekonomian Eropa dan dunia semestinya memang bukan sebuah utopia. Kendati demikian, pendapat yang bernada skeptis juga muncul seiring dengan optimisme yang dibangun ditengah maraknya diskursus yang penuh dengan euforia kelahiran mata uang baru berkode EUR itu. Sikap yang demikian adalah wajar, mengingat euro harus bersaing dengan USD Block dan FAR East Block yang begitu kuat menguasai perekonomian dunia.


Nah, mampukah euro menjadi satu acuan baru alternatif diversivikasi aset finansial global ?

Bermula dari Maastricht
Keinginan untuk membentuk satu mata uang tunggal euroland terjadi pada tahun 1957 ketika beberapa negara Eropa melakukan kesepakatan dalam Treaty Rome untuk saling bekerja sama di bidang ekonomi, politik dan keamanan.

Kerja sama di bidang ekonomi terus berlanjut hingga European Economic Cooperation yang kemudian tumbuh menjadi European Union (Belgia, Jerman, Spanyol, Prancis, Irlandia, Italia, Luksemburg, Austria, Belanda, Portugal dan Finlandia) bersepakat untuk membentuk sebuah sistem moneter eropa (european monetary system). Sistem yang disepakati kemudian untuk mengatur lalu lintas moneter di euroland adalah melalui pembentukan Economic and Monetary Union (EMU) pada tahun 1990.

Prinsip-prinsip dalam EMU tersebut kemudian dijabarkan melalui Maastricht Treaty pada tahun 1992 yang diantaranya berisi kesepakatan untuk menjadikan euro sebagai satu mata uang tunggal negara anggota EMU dan membentuk European Central Bank (ECB) sebagai bank sentral penerbit euro. Empat tahun kemudian dalam pertemuan Madrid, lahirlah euro sebagai bakal mata uang tunggal negara-negara anggota EMU. Benefit yang ingin diperoleh dari euro adalah sebagai media penguat European Single Market dan pen-support investasi di euroland dengan kemampuannya untuk mereduksi real interest rate. Selain itu, EMU berharap euro dapat menjadi intermediasi sekaligus katalis bagi proses integrasi politik Eropa.

Pada pertengahan Desember 1995, diputuskan untuk memberlakukan Euro mulai 1 Januari 1999 dan akan memasuki periode take-off pada tahun 2002. Dalam interval tersebut (periode transisi), ECB akan mengatur pencapaian nilai tukar euro secara permanen dengan menerapkan dual pricing system atau kebijakan ‘no prohibition, no compulsion’. Artinya, tidak ada keharusan dan larangan bagi individu atau perusahaan dalam menggunakan euro. Mereka masih dapat mempergunakan mata uang mereka sendiri dalam bertransaksi.
Nilai tukar mata uang euro -- yang diperdagangkan di pasar valas semenjak 4 Januari 1999 -- terhadap mata uang negara peserta sudah dipatok semenjak 31 Desember 1998 sampai dengan 1 Juli 2002. Pada permulaan tahun 2002, uang kertas dan koin euro akan diperkenalkan kepada masyarakat dan menarik uang kertas dan koin negara-negara peserta dari peredaran sampai dengan 30 Juni 2002.

Dampak Euro
Pada dasarnya, kelahiran euro lebih dirasakan manfaatnya oleh para negara peserta dikarenakan transaksi yang terjadi diantara mereka tidak akan bergantung lagi pada dollar US. Sebagaimana diketahui, lebih dari separo aktivitas perdagangan yang dilakukan di euroland dilakukan dalam dollar US. Padahal, Eropa mempunyai pangsa pasar yang lebih besar (21 %) dibanding Amerika Serikat (18 %) dalam perdagangan internasional.

Bagi negara-negara peserta, pemberlakuan euro akan dapat mereduksi biaya-biaya yang timbul dari berbagai macam transaksi yang selama ini terjadi seperti costs of exchanging money dan bank charges. Secara begitu, transaksi yang dilakukan di euroland akan menjadi lebih efektif dan efisien.


Efektif dikarenakan semua pihak yang melakukan aktivitas trading dan keuangan hanya akan menggunakan satu euro-account yang dengan demikian akan membuat mekanisme pembayaran antar negara EMU menjadi lebih efisien. Pada akhirnya, mereka dapat lebih berkompetisi di pasaran global yang akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi negara peserta. Selain itu, berkurangnya currency risk di euroland akibat penyederhanaan mata uang Eropa akan menjadi kaptivator tersendiri bagi para investor untuk datang.

Sedangkan bagi perusahaan-perusahaan negara peserta yang berkepentingan dengan euro, benefit yang dapat mereka petik adalah berkurangnya cost of exchanging currencies, hedging cost, cost of financing dan cross border transaction cost. Dengan demikian, harapan untuk menjadikan european single market yang kompetitif di pasar global akan semakin terwujud.
Lantas apa dampaknya bagi perekonomian luar Eropa ?

Leburnya beberapa mata uang yang didukung dengan strong currency mark Jerman dan franch Prancis menjadi one currency in Europe akan lebih menyederhanakan jumlah mata uang dunia. Jelas hal ini akan mempermudah kerja otoritas-otoritas moneter yang berkepentingan dengan pasar keuangan di kawasan euro (dan internasional) dalam mengupayakan kestabilkan pasar uang. Kekhawatiran perubahan nilai tukar antar negara Eropa dan negara lainnya menjadi suatu hal yang tidak perlu dirisaukan kembali.

Selain itu, bergabungnya beberapa kekuatan besar negara Eropa akan menjadi penyeimbang kedigdayaan Amerika yang selama ini begitu pongah mendominasi aktivitas perekonomian global. Kekuatan ini akan menjadi lebih besar seandainya Inggris, Swedia, Denmark dan Yunani yang sementara ini masih ogah bergabung ikut lebur dalam EMU.

Pada akhirnya, setiap individu, institusi perusahaan atau negara akan mempunyai alternatif pilihan currency yang stabil sehingga dapat dipakai sebagai salah satu acuan aset finansial. Dunia sudah belajar banyak dari kenyataan bahwa krisis global yang terjadi belakangan ini lebih diakibatkan karena volatilitas nilai dollar US yang sedemikian fluktuatif dan penuh dengan ketidakpastian.

Potensi Euro
Optimisme euro bakal menjadi mata uang kuat yang dapat bersaing dengan hard currency yang selama ini mendominasi aktivitas perekonomian global sepertinya bukan sebuah sikap yang dibuat tanpa berlandaskan argumen yang mendasar. Dengan melihat beberapa potensi yang dimiliki oleh negara-negara euro, optimisme tersebut bukanlah sebuah utopia.

Negara-negara euro, memiliki beberapa potensi yang dapat menjadi sumber kekuatan bagi Eropa untuk bersaing dengan negara adi kuasa seperti jumlah penduduk, ukuran dan independensi ekonomi, perdagangan internasional dan relatif stabilnya kondisi ekonomi-politik.

Dengan 373.7 juta penduduk Europen Union, mereka mampu menguasai 21.66 % perdagangan internasional dan menghasilkan gross domestic product sebesar 8.4 triliun dollar US. Selain itu, jumlah cadangan devisa yang dimiliki bank-bank sentral negara EMU dapat mencapai nilai sebesar US$ 349.8 miliar, sementara Amerika dan Jepang masing-masing berjumlah US$ 49.1 miliar dan US$ 172.4 miliar.

Sumbangan gross domestic product kesebelas anggota EMU dalam Organization for Economic & Cooperation Development (OECD) juga memiliki porsi yang lebih besar ketimbang Amerika dan Jepang. Mereka mampu menghasilkan porsi sumbangan sebesar 38.3%, sedangkan Amerika dan Jepang masing-masing hanya sebesar 32.5% dan 20.5%.

Kondisi tersebut didukung dengan posisi European Central Bank (ECB) yang sangat independen sehingga peran-peran yang harus dimainkan oleh ECB untuk mempertahankan stabilitas harga, menentukan kebijakan nilai tukar dan kebijakan moneter serta mengelola likuiditas sehari-hari dapat terbebas dari intervensi pihak luar – termasuk pemerintah negara anggota EMU.

Konsolidasi neraca, pendanaan dan investasi yang lebih efektif dan efisien dari penggunaan TARGET (Trans-european Automated Real-time Gross settlement Express Transfer system) -- sebagai sistem pembayaran antar negara euro -- dan didukung oleh sistem kliring RTGS (Real Time Gross Settlement) akan sangat membantu meningkatkan efisiensi dan efektifitas kinerja pihak-pihak yang melakukan transaksi.

Diperkirakan, kombinasi equity capital markets di euroland sebagai akibat dari more fixed rate issuance by nonsovereigns akan dapat menciptakan total kapitalisasi pasar yang hampir setara dengan US$ 5.2 triliun. Besarnya jumlah ini memang sangat memungkinkan jika mengingat lebih dari 60% transaksi perdagangan Eropa yang dilakukan terjadi diantara sesama negara Eropa itu sendiri.

Jika kekuatan-kekuatan tersebut dapat benar-benar terealisir, bukan suatu hal yang mustahil negara-negara euro dapat menjadi penyeimbang negara Clinton di pentas perdagangan global. Artinya, tidak akan ada lagi disparitas yang terlalu melebar antara negara-negara euro dengan negara adi kuasa yang sempat geger lantaran skandal Lewinsky itu. Peluang yang dapat segera dimanfaatkan euro adalah menurunnya jumlah foreign reserve bank–bank sentral secara global dalam dollar US dari 77% (1973) menjadi 51% (1995). Bank for International Settlement (BIS), International Monetary Fund (IMF), Citibank, Goldman Sachs dan Merill Lynch bahkan memperkirakan euro bakal menjadi eksodus foreign reserve bank-bank sentral di seluruh dunia dengan merubah komposisi cadangan devisa mereka.

Portofolio modal swasta Eropa di seluruh dunia juga mengalami peningkatan dari 13% di tahun 1981 menjadi 37% pada tahun 1995. Sementara porsi dollar US mengalami penurunan dari 67% (1981) menjadi 40% (1995).
Di Asia, negara yang langsung bereaksi dengan munculnya euro di pentas perdagangan internasional adalah Hongkong. Negara mantan jajahan Inggris itu sudah memindahkan sebagian aset-nya dalam euro sehingga nilai dollar US sempat melemah akibat sentimen pasar yang berubah. Korea Selatan, Cina dan Filipina juga sudah berniat untuk mempergunakan euro sebagai salah satu mata uang cadangan devisa. Presiden Filipina Joseph Estrada dalam KTT ASEAN di Hanoi beberapa waktu yang lalu bahkan melontarkan satu gagasan untuk meniru euroland dengan membentuk satu mata uang tunggal bagi negara-negara Asia.

Bagaimana dengan Indonesia ? Gubernur BI Syahril Sabirin dalam suatu kesempatan sudah menyinggung kemungkinan diterapkannya euro dalam cadangan devisa negara kita. Selama ini, cadangan devisa yang dimiliki Indonesia masih mempergunakan basket currency dollar US, yen, deutsche mark dan poundsterling. Peluang lain yang dapat dimanfaatkan Indonesia adalah kenyataan bahwa perdagangan Indonesia-Eropa mempunya porsi yang sangat besar.

Masa Depan Euro
Pertanyaan yang kemudian patut kita gagas adalah mampukah euro menjadi a new hard currency ? Jawab dari pertanyaan ini akan kembali kepada negara-negara peserta EMU itu sendiri untuk mengupayakan terciptanya sebuah sistem keuangan yang efisien dan kuat.

Untuk dapat membuat kondisi tersebut, peran yang harus dimainkan ECB menjadi sangat strategis namun juga berat. Dalam jangka pendek, ECB harus dapat mengkonsolidasikan kebijakan masing-masing negara peserta EMU yang tentu saja masih mempunyai kepentingan dan kondisi yang amat beragam agar kriteria keanggotaan yang telah disepakati dalam Maastricht Treaty dapat dicapai.

Sebagaimana diketahui, Maastricht Treaty 1992 menetapkan lima kriteria yang harus dipenuhi oleh negara peserta EMU, yaitu :
  1. Stabilitas harga yang tinggi. Parameter yang dipakai untuk mengukur tingkat kestabilan ini adalah laju inflasi yang tidak boleh lebih dari 1.5% laju inflasi terendah tiga anggota EMU.
  2. Rasio defisit anggaran yang tidak boleh lebih dari 3% gross domestic product. Jika terjadi satu negara mempunya rasio melebihi 3%, hal tersebut dianggap sebagai suatu pengecualian yang bersifat sementara saja.
  3. Rasio utang terhadap gross domestic product tidak boleh lebih dari 60%.
  4. Fluktuasi margin normal yang diperkenankan melalui mekanisme nilai tukar dapat dicapai sedikitnya dalam dua tahun tanpa melakukan devaluasi atas mata uang Eropa lain; dan
  5. Suku bunga nominal jangka panjang tak boleh melebihi 2% poin diatas suku bunga tiga negara anggota EMU yang memiliki inflasi terbaik.
Jika poin-poin kesepakatan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, pengkondisian one currency in Europe diperkirakan akan berjalan dengan baik dikarenakan saling kesepahaman dan kesamaan masing-masing negara peserta sudah dapat tertata.

Dalam jangka panjang, institusi independen yang dikomandani wong Belanda Wim Duisenberg itu harus dapat menjaga kestabilan nilai euro. Kondisi yang demikian harus terus dibangun agar euro dapat menjadi satu alternatif portofolio keuangan internasional yang benar-benar kredibel. Langkah konkrit yang sudah dilakukan ECB untuk memelihara tingkat kestabilan di pasar uang internasional adalah dengan mengambil tindakan membeli dan menyimpan yen dalam cadangan devisa negara Eropa. Sebab, Jepang adalah motor penggerak perekonomian Asia yang masih dan akan menjadi pasar yang besar bagi investasi Eropa.

Relatif stabilnya nilai euro yang didukung dengan leburnya strong currency semacam mark Jerman dan franch Prancis, memungkinkan pihak-pihak yang selama ini mempergunakan basket currency seperti dollar US dan yen akan segera mempertimbangkan penggunaan mata uang ini.

Kendati demikian, EMU harus mewaspadai ‘ancaman’ pihak eksternal (baca : Amerika) yang jelas-jelas tidak akan membiarkan begitu saja misi dan dominasinya di pasar global terancam. Sampai saat ini, pasar dollar US masih memonopoli 80% perdagangan dunia dengan total perdagangan sebesar US$ 250 miliar – US$ 300 miliar. Sikap Amerika terlihat jelas dengan meniupkan ancaman resesi global dan membuat dollar melemah di pasar uang pada saat pertama peluncuran euro.

Nah, mampukah euro menjadi sebuah kekuatan baru ? Just wait and see, begitu kata orang Inggris.