June 02, 2005

MENYOAL KEMBALI TOLOK UKUR RAHASIA BANK

Publikasi peringkat bank di Indonesia oleh majalah Infobank dinilai tidak memuaskan oleh Probosutedjo (Suara Merdeka, 6 Juni 97). Pendapatnya menjadi kian menarik karena rating yang dihasilkan oleh majalah perbankan itu dinilai melanggar kerahasiaan bank.

Dalam melakukan rating (peringkat) terhadap 239 bank umum tersebut, InfoBank mempergunakan dua kriteria pendekatan, yaitu analisis rasio dan pertumbuhan bank (pendekatan trend).

Dalam analisis rasio, variabel-variabel yang dipergunakan adalah capital asset ratio, net interest margin (NIM), return on average asset (ROA), return on average equity (ROE) dan tingkat likuiditas (LDR) , rasio cadangan aktiva produktif dengan aktiva produktif dan kepatuhan dalam hal batas maksimum pemberian kredit (BMPK). Variabel yang terakhir ini merupakan faktor pengurang dalam penilaian dimana makin besar pelanggaran terhadap BMPK, makin besar pula faktor pengurangnya.

Capital asset ratio, adalah rasio perbandingan antara pertumbuhan aset dengan pertumbuhan modal sendiri.
Net interest margin, adalah selisih antara jumlah seluruh penghasilan bunga yang diperoleh bank selama masa tertentu dengan jumlah beban bunga yang harus mereka tanggung selama periode yang sama.
Return on asset (ROA), yaitu perbandingan jumlah keuntungan yang diperolehh bank selama masa tertentu dengan jumlah harta yang mereka miliki . Rasio ini merupakan gambaran tentang kemampuan pimpinan bank mengoperasikan harta bank yang dipercayakan kepada mereka untuk mencari keuntungan dan sekaligus juga menggambarkan efisiensi kerja bank yang bersangkutan.
Return on equity (ROE), adalah perbandingan jumlah keuntungan yang diperoleh bank selama masa tertentu dengan jumlah harta netto pemegang saham (modal disetor, laba ditahan dan laba/rugi berjalan) yang merupakan tolok ukur profitabilitas yang paling penting bagi para pemegang saham. ROE memberikan gambaran tentang seberapa besar bank telah mampu menghasilkan keuntungan dari jumlah dana yang telah mereka investasikan dalam bank tersebut.
Likuiditas, adalah kemampuan bank memenuhui kewajiban dalan jangka pendek.

Sedangkan dalam pendekatan trend atau pertumbuhan bank, variabel yang dipergunakan adalah pertumbuhan asset, aktiva produktif, modal sendiri, laba, kredit dan dana pihak ketiga.

Masing-masing variabel dari dua kriteria tersebut kemudian dikalikan dengan bobot penilaian yang telah ditentukan sehingga diperoleh nilai suatu bank.

Hasil rating yang diperoleh memperlihatkan bahwa dari total 239 bank umum, terdapat 49 bank yang tergolong sangat bagus, 96 bank bagus, 55 bank cukup bagus, 20 bank tidak bagus dan 19 bank ‘absen’ karena tidak mengeluarkan neraca publikasi.

Angka-angka inilah yang kemudian dipergunakan majalah InfoBank untuk memberikan kesimpulan bahwa dari 239 bank umum yang ada terdapat 39 bank yang tergolong tidak sehat /bagus. Termasuk di dalamnya adalah Bank Jakarta milik Probosutedjo yang berada di posisi ke 119 diantara 119 bank yang ber-aset di bawah Rp 500 miliar dengan total nilai 25,34 (tidak bagus).

Valid-kah penemuan ini ? Secara keseluruhan tentu saja tidak. Sebab, ia tak bisa membedah faktor manajemen bank yang hanya bisa diketahui oleh Bank Indonesia. Bahkan menurut bankir senior Abdullah Ali, penilaian bank yang hanya didasarkan pada rasio keuangan adalah penilaian yang sangat keliru (Bisnis Indonesia, 10 Juni 1997). Selain itu, banyak faktor nonteknis lainnya yang tidak nampak di atas kertas sebagai acuan dalam menilai suatu bank.
Inilah yang agaknya membuat Probosutedjo tidak setuju dengan penilaian yang dilakukan oleh Infobank..

Hal ini memang berbeda dengan rating yang misalnya dilakukan oleh lembaga pemeringkat internasional Thomson Bank Watch. Lembaga yang berpusat di New York ini mendasarkan penilaian rating pada soverign risk, system risk dan commercial risk. Jenis penilaian yang dilakukan meliputi pemeringkatan terhadap bank atau perusahaan tersebut dan pemeringkatan terhadap surat utang yang diterbitkan.

Selain faktor-faktor kuantitatif seperti kualitas aset, tingkat kecukupan modal dan kemampuan dalam memperoleh laba serta likuiditas, mereka juga memasukkan faktor kualitatif seperti lingkungan usaha, jaringan bisnis, kekuatan dan cadangan yang tersembunyi, aset-aset yang mahal dan kualitas manajemen.

Lantas, apakah angka-angka publikasi yang diperoleh dari variabel-variabel diatas melanggar kerahasiaan bank ?

Rahasia Bank
Dalam UU No.7 tahun 1992 tentang Perbankan disebutkan bahwa rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan perlu dirahasiakan.
Artinya, bank tidak boleh memberikan keterangan tentang keadaan keuangan nasabahnya yang tercatat padanya dan hal-hal lain yang harus dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan.

Prinsip kerahasiaan adalah untuk menjaga privacy keuangan nasabah. Termasuk disini menjaga rahasia dana masyarakat yang dipercayakan kepada bank, kredit yang diperoleh masyarakat dari bank dan rahasia perusahaan nasabah yang mungkin dimiliki oleh bank.

Rahasia bank merupakan suatu kode etik dan merupakan modal immaterial yang dimiliki bank. Dalam kode Etik Bankir Indonesia, kerahasiaan bank mencakup hal-hal tertentu yang bersifat intern itu sendiri seperti hal-hal yang menyangkut para pimpinan dan karyawan bank, rencana, kebijakan dan kegiatan bank.

Seorang bankir berkewajiban menjaga dan melindungi segala informasi yang diketahuinya dan tidak mengungkapkannya kepada pihak ketiga tanpa kuasa dari bank. Demikian pula dengan segala keterangan mengenai keadaan keuangan nasabahnya dan hal-hal lain yang patut dirahasiakan (As.Mahmoedin, 1996).

Prinsip kerahasiaan bank pada intinya mencakup bagaimana para bankir menjaga kerahasiaan dana masyarakat yang tersimpan dalam bank, kerahasiaan dana, kredit dan perusahaan nasabah, menjaga kebijakan pemerintah yang dianggap perlu dirahasiakan, kerahasiaan kekayaan pemilik saham dan menjaga rahasia berkas dan arsip mengenai posisi dan situasi karyawannya.

Dengan demikian, kita bisa menyimpulkan bahwa upaya pemeringkatan yang dilakukan dengan mempergunakan variabel-variabel seperti yang dilakukan InfoBank bukan merupakan suatu bentuk pelanggaran terhadap kerahasiaan bank.

Sebab, angka-angka variabel yang dijadikan dasar penilaian seperti ROE, ROA, net margin dan sebagainya itu dapat diperoleh dari Neraca dan Laporan Rugi/Laba bank yang bersangkutan.
Padahal kita tahu bahwa laporan keuangan tersebut bukan rahasia bank, namun justru sebuah keharusan agar masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan yang lain mengetahuinya.

Bahkan, variabel-variabel seperti interest margin, net margin, asset utilization, returm on asset, return on equity, earning per share, likuidity risk, credit risk dan capital risk justru merupakan piranti untuk mengevaluasi keberhasilan bank kegiatan bisnis bank umum (Siswanto Sutojo ,1997).

Kalaupun ada pendapat mengenai kelemahan metodologi yang dipakai dalam melakukan peringkat, hal tersebut adalah wajar mengingat tidak semua informasi dan data bisa diperoleh seperti penilaian aspek manajemen yang hanya bisa diketahui oleh Bank Indonesia.

Secara begitu, pendapat bahwa upaya pemeringkatan bank melanggar kerahasiaan bank harus segera diluruskan kembali agar jangan sampai terjadi suatu pemahaman yang salah. Artinya, segala sesuatu yang seharusnya diketahui oleh nasabah, masyarakat atau pihak-pihak yang lain yang berkepentingan jangan sampai dipahami sebagai sesuatu yang bersifat rahasia.

Semarang, Juni 1997